Walikota Malang: Pemilih Tambahan Rawan Sengketa Pemilu

Pemerintah kota malang melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) kota Malang, Menjelang pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 di wilayah Kota Malang menggelar Rakor Bidang Kewaspadaan Daerah Dalam Rangka Pemantauan Pemilu Serentak Tahun 2019 Yang Aman dan Kondusif, di Hotel Aria Gajayana, Selasa (2/4/2019).

Walikota Malang Sutiaji saat menjadi nara sumber mengatakan bahwa menjelang pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 di wilayah Kota Malang, dikhawatirkan rawan terjadi konflik Pemilu, bahkan bisa menyentuh sengketa Pemilu. Pasalnya, masih ada warga yang belum terdata dalam daftar pemilih tetap (DPT) maupun imbas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilih tambahan.

“Ada kerawanan baik sebelum coblosan atau setelah coblosan. Kemungkinan paling besar saat rekapitulasi. Ini harus diantisipasi bersama dan jadi perhatian. Ada yang mengadu masih belum terdata dalam DPT dan DPTb, ada yang belum tahu nanti nyoblos di TPS mana karena belum ada fasilitasi atau undangan,” jelas Sutiaji, usai

Sutiaji mencontohkan laporan tersebut sebagian besar didominasi pemilih dari wilayah-wilayah perbatasan antara Kota Malang dan Kabupaten Malang. Misalnya di RW 07 Kelurahan Tlogomas yang berbatasan dengan Kecamatan Dau, wilayah Lembah Dieng di Kecamatan Sukun, kawasan Genting di Kecamatan Lowokwaru, Buring, Kacuk, Bandulan, dan lainnya. Pasalnya, penduduk setempat belum memahami kejelasan wilayah administratif. Hal ini menjadi perhatian khusus sebelum pelaksanaan Pemilu. “Di sana ada satu RT yang masih bingung ikut kota atau kabupaten. Ada warga yang secara administratif penduduk kabupaten tapi tinggal di kota, dan sebaliknya,” jelas Sutiaji, usai memerankan Dilan dalam iklan KPU Kota Malang.

Selain itu, yang perlu menjadi perhatian besar ketika usai pencoblosan, yaitu penghitungan suara di TPS. Penghitungan lima jenis kartu suara dinilai cukup berat dan rawan konflik, bahkan bisa menjadi rawan sengketa. “Saat simulasi, normalnya bisa jam 21.00 WIB. Namun jika melewati tengah malam bisa diperpanjang hingga jam 12.00 esok harinya. Infonya seperti itu. Rawannya itu kemungkinan besar di TPS dan PPK. Saksi sering bikin emosi. Untuk itu, saat pencoblosan hingga penghitungan, mohon jangan emosi. Itu sebagai bentuk kontrol masyarakat,” ungkap Sutiaji, usai menyampaikan koordinasi dengan lurah, camat, anggota Babinsa Koramil dan Polsek, disaksikan KPU dan Bawaslu Kota Malang.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Kota Malang Alim Mustofa, mengatakan kemungkinan kerawanan pada pemilih tambahan yang mendapat kesempatan pindah pilih hingga H-7 pemilu. MK menetapkan ada empat kategori yang diperbolehkan pindah pilih. Yakni warga yang mengalami sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan, atau menjalankan tugas pada saat pemungutan suara.

“Pasca putusan MK yang memperbolehkan pindah pilih terbatas 4 kategori, ini perlu diantisipasi lebih. Ini potensi-potensi yang perlu dicatat para pihak. Terkait aspek pelayanan pemilih pada hari H, kalau tidak terfasilitasi rawan geger. Contohnya, 2008 saya masih jadi Panwascam, ada 2 TPS yang geger karena ada yang tidak bisa menggunakan hak pilih. Saat itu yang geger adalah pemilih tambahan yang datang pada saat pencoblosan,” bebernya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top