Senin, 8 Mei 2023 pukul 12.00 WIB telah berlangsung aksi simpatik terkait penolakan pembahasan RUU kesehatan omnibuslaw yang dilaksanankan di depan paviliun RSSA Jl. Patimura Kota Malang dan diikuti sekitar 300 orang termasuk Direktur Utama RSUD Dr. Saiful Anwar (Dr. dr. M. Bachtiar Budianto, SpB(K)Onk., FINACS, FICS), Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Dr. Saiful Anwar (dr. Saifullah Asmiragani, Sp.OT(K)Spine), Wadir Umum dan Keuangan RSUD Dr. Saiful Anwar (R. Henggar Sulistianto, S.H., M.M.), Tenaga kesehatan di lingkungan RSSA.
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas dari aksi Nasional di Jakarta yang dilaksanakan oleh pengurus 5 organisasi Profesi Kesehatan (IDI, PGDI, PPNI, IBI, dan IAI) terkait penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibuslaw dan hanya dilaksanakan di dalam area RSSA Malang dan tidak mengganggu aktifitas pelayanan kepada masyarakat.
Adapun aksi dilakukan dalam bentuk sebagai berikut :
- Mengheningkan Cipta.
- Doa bersama.
- Membagikan bunga.
Beberapa isu yang diangkat antara lain adalah sebagai berikut :
- Organisasi Profesi (OP) hilang
- Kolegium dihapuskan (tidak ada pasalnya)
- Seminar P3KGB bukan lagi domain OP tetapi akan ada lembaga yang mengurus
- Rekomendasi pemberian SKP oleh OP hilang
- Ujian serkom bukan oleh kolegium lagi tapi akan diambil alih oleh kemenkes.
- Dikdok : Rumah Sakit (RS) bisa memproduksi spesialis.
- OP menjadi tidak ada fungsinya.
- Dokter asing sudah tidak boleh lagi ada evaluasi atau ujian persamaan, semua akan diterima sesuai dengan permintaan RS internasional.
- OP menjadi multibar, siapa saja boleh membuat OP
- Fungsi OP diambil alih oleh Kemenkes.
- Bila OP dihapus, tidak ada lagi yang menerapkan kode etik bagi tenaga medis/tenaga kesehatan.
- Kemenkes memegang keilmuan/pendidikan dan dapat melibatkan disiplin ilmu masing-masing.
- Jika dulu universitas bekerja sama dengan RS, sekarang dibalik RS yang dapat membentuk dokter-dokter spesialis dengan mengajak kerjasama universitas.
- RS tidak perlu konsulen, dalam 2 tahun sudah bisa jadi pendidik. Hospital Base ini jadi seperti pendampingan, bukan pendidikan.
- Dulu pendidik S1 cukup spesialis, pendidik spesialis adalah Sp (K) atau Doktor. Ini dihapuskan dengan alasan pendidikan Sp kurang dan lulusan spesialis tidak ada yang mau ke daerah.
- Tenaga Kesehatan bisa kena sanksi pidana 3-5 tahun bila terdapat kelalaian.
- Tenaga Kesehatan bisa dituntut ganti rugi oleh pasien bila terjadi