Menata Kembali Ormas

Kendati ditentang banyak kalangan, DPR menyetujui RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) untuk menggantikan aturan lama UU 8/1985. Kehadiran UU  baru tersebut lahir dari semangat untuk menempatkan ormas sebagai mitra sejajar pemerintah yang  kritis.  UU ini memberikan ruang lebih besar kepada  pemerintah dan aparat untuk bertindak tegas terhadap ormas yang melanggar aturan, anarkistis, yang keberadaannya justru meresahkan dan mengganggu ketertiban umum.
 
Niat pemerintah dan DPR tersebut ditolak banyak ormas, termasuk ormas keagamaan yang telah lama ada dan memiliki basis massa kuat. UU Ormas tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945  karena membuka lebar pintu bagi negara untuk masuk ke ruang privat. Padahal, UUD secara tegas menjamin kebebasan setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Spirit beleid baru itu merupakan  kontrol negara yang dominan terhadap ormas.
 
Kehadiran ormas sangat penting sebagai wadah bagi warga negara untuk menyalurkan aspirasinya, sekaligus sebagai alat perjuangan kepentingan mereka secara konstitusional. Hal itu mengingat hak berpendapat dan berkumpul adalah bagian integral dari HAM. Jika melihat sejarah, peran ormas sangat krusial dalam perjuangan kemerdekaan. Ormas-ormas yang ada di masa pergerakan nasional, baik yang berlatar belakang agama, daerah, maupun nasionalis, mampu tampil di depan memelopori gerakan mewujudkan kemerdekaan.
 
Sebut saja, Budi Utomo, Sarikat Dagang Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Jong Java, Jong Celebes, adalah contoh ormas yang mampu tampil mengkristalkan gagasan kebangsaan menuju Indonesia merdeka.
 
Dengan demikian, ormas telah hadir jauh sebelum negara Indonesia diproklamirkan. Inilah yang membuat posisi ormas demikian penting dan strategis, bahkan di masa pembangunan saat ini. Setelah Orba tumbang, kehadiran ormas semakin marak, baik dari sisi jumlah maupun bidang kegiatan. Ormas hadir membantu pemerintah di bidang sosial, keagamaan, pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan perempuan, peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, penyelamatan lingkungan, serta penguatan demokrasi.
 
Mereka turut ambil bagian dalam tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Selain itu, kehadiran ormas, baik yang berlatar belakang agama, profesi, maupun ikatan-ikatan lainnya, juga menjadi wadah untuk membingkai pemikiran dan kepentingan dari semua warga negara yang pluralis. Ormas, sebagaimana parpol, juga menjadi penopang dalam kehidupan demokrasi. Di tengah apatisme masyarakat terhadap parpol saat ini, ormas menjadi saluran alternatif untuk menyuarakan kepentingan, sekaligus membuka ruang kontrol terhadap pemerintah.
 
Itulah mengapa, dalam banyak hal, pemerintah dan parlemen selalu melibatkan ormas, termasuk dalam penyusunan aturan perundangan. Tujuannya tentu agar norma hukum yang berlaku di negeri ini, memayungi kepentingan semua golongan dan setiap warga negara. Terkait dengan kontroversi pembahasan dan persetujuan RUU Ormas oleh DPR, sebaiknya disikapi secara bijak dengan mengedepankan semangat dan jiwa kenegarawanan. Di satu sisi, kita menyadari bahwa kehadiran ormas adalah sah dan dijamin konstitusi.
 
Namun, di sisi lain, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap banyaknya ormas yang kehadirannya justru bertolak belakang dengan semangat empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Ormas semacam ini, menonjolkan semangat pemaksaan kehendak dengan bertindak anarkistis, sehingga merugikan kepentingan umum. Terhadap ormas yang demikian, perlu ada penyikapan untuk diatur, dievaluasi, dan jika perlu ada tindakan tegas dari aparat.
 
Untuk itulah, semua pihak sebaiknya bersikap fair. Sebab, manakala ada tindakan ormas yang anarkistis dan merugikan kepentingan publik, pemerintah atau aparat keamanan dikritik tidak berdaya menertibkan dan mengambil tindakan hukum. Namun, manakala ada upaya menciptakan payung hukum yang memberi ruang untuk menertibkan ormas yang tidak sejalan dengan aturan dan norma-norma di masyarakat, pemerintah dituding berniat mengekang dan mengebiri hak konstitusional untuk berserikat dan berkumpul.
 
Di sinilah sejatinya esensi yang kita semua berharap diakomodasi dalam UU Ormas yang baru. Bahwa kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin konstitusi, tidak berarti mengeliminasi peran negara untuk menata, mengatur, mengevaluasi, dan menindak jika ada pelanggaran aturan oleh ormas. Semangat menjadikan ormas sebagai mitra pemerintah yang kritis demi kebaikan kehidupan berbangsa dan bernegara, harus tetap dikedepankan.
 
Di sisi lain, ormas pun wajib menggunakan hak konstitusionalnya secara bertanggung jawab.

 

sumber : suarapembaruan.com

Exit mobile version