Site icon

Dua Elemen PMII – GIPSI Lakukan Aksi Penolakan Pilkada Tak Langsung

Undang-Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah (RUU Pilkada) tak langsung atau melalui DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) saat ini mengundang perhatian masyarakat Indonesia serta banyak mendapat penolakan dari berbagai pihak. Seperti halnya di Kota Malang, dua elemen mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Independen Perlawanan Sipil Indonesia (GIPSI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) melakukan aksi penolakan di depan gedung DPRD Kota Malang, Senin (29/09).

Kedua elemen mahasiswa ini membawa keranda mayat sebagai simbol matinya demokrasi serta berbagai poster yang berisikan penolakan terhadap UU Pilkada melalui DPRD. Kedua elemen mahasiswa ini bergabung dan melakukan orasi secara bergantian.
Setelah berorasi dan melakukan doa tahlil di pintu masuk gedung dewan, mereka akhirnya ditemui perwakilan anggota dewan dan dipersilahkan masuk ke area kantor dewan untuk menyampaikan aspirasinya. Aksi demonstrasi ini sejak awal dijaga ketat oleh aparat Kepolisian.

Wakil rakyat yang menemui peserta aksi ini yaitu Priyatmoko Oetomo (PDIP), Hadi Santoso (PDIP), Syahrawi (PKB), Imam Ghozali (Hanura), Erni Farida (PDIP) , Imam Fauzi (PKB), Tutuk Hariani (PDIP), Teguh Mulyono (PDIP), Mulyanto (PKB), dan Afdal Fauza (Hanura).

Dalam aksi ini GIPSI menyampaikan aspirasinya agar mengembalikan hak politik rakyat (pilkada langsung), evaluasi kinerja KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) dan Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu), penguatan pendidikan politik warga, evaluasi kepemimpinan politik (kepala daerah) yaitu bupati, wali kota dan gubernur.

Sementara itu, PMII dalam orasinya menyuarakan bahwa dengan Pilkada melalui DPRD ini demokrasi akan mati dan hak politik rakyat terampas. Rakyat berhak menentukan nasibnya sendiri, karena dengan Pilkada melalui DPRD sama dengan memutuskan hak rakyat untuk memilih secara langsung siapa kepala daerah pilihannya.

Setelah saling berorasi, perwakilan kedua elemen mahasiswa diajak masuk ke salah satu ruangan dewan untuk melakukan dialog dengan anggota DPRD. Dua elemen mahasiswa tersebut menyampaikan aspirasinya dan perwakilan anggota dewan secara bergantian memberikan jawaban dan masukan.

Priyatmoko mengatakan jika pihaknya merasakan hal yang sama dengan mahasiswa, dan mengajak untuk mengembalikan hak rakyat. “Pada prinsipnya kita juga menolak Pilkada tak langsung. Kami siap menjembatani suara mahasiswa dan akan merumuskannya, karena kami tidak mempunyai kebijakan penuh,” tuturnya.

“Konkritnya, kita sampaikan aspirasi peserta aksi, termasuk meminta tanda tangan. Setidaknya ini mewakili DPRD Kota Malang. Ini suara rakyat yang harus diperjuangkan. Kita ngotot seperti apapun kalau pusat menolak, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Dari hasil hari ini, kami akan sampaikan ke Depdagri, DPR RI, dan instansi terkait lainnya,” imbuh Moko.

Setelah beraudiensi dengan perwakilan anggota DPRD Kota Malang serta menandatangani kesepakatan untuk menolak Pilkada tak langsung, peserta aksi membubarkan diri dengan tertib. (say/yon)

Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id

Exit mobile version