Sebanyak 70 mahasiswa menggunakan “topeng bersedih” menggelar aksi di depan Balaikota Malang, Senin (15/9/2014), pukul 10.30 WIB. Aksi itu digelar sebagai bentuk kekecewaan atas Rancangan Undang-Undang Pemilihan kepada daerah (RUU Pilkada).
Selain orasi, para mahasiswa juga menggelar aksi treatrikal dengan mengelilingi taman Tugu Kota Malang yang berada di depan gedung Balaikota Malang, dengan menggunakan topeng yang terbuat dari kertas warna cokelat dengan ekspresi bersedih.
“Aksi topeng bersedih ini sebagai bentuk kekecewaan pada pengusul RUU Pilkada,” kata Valerianus Beatae Jehanu, juru bicara aksi.
Para mahasiswa ini tersebut tergabung dalam koalisi mahasiswa untuk demokrasi (Komdi) Malang yang terdiri dari Forum Mahasiswa Hukum Peduli Keadilan (Formapeka) dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang dan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Malang.
Menurut Juru bicara aksi Valerianus Beatai Jehanu, menolak RUU Pilkada tersebut karena ada mekanisme pemilihan tidak langsung.
“Jika RUU ini di disahkan, jelas telah meniadakan peran rakyat dalam proses penegakan demokrasi. Selain itu, demokrasi Indonesia kini mendapatkan perhatian dunia. Mengapa harus diubah,” tegasnya.
Jika DPR RI memaksa untuk mengesahkan RUU Pilkada tegas Valerianus, jelas jika wakil rakyat tersebut kejar setoran.
“Jika disahkan kejar setoran. Ada beberapa pasal, yakni pasal 2, yang kami tolak. Yakni gubernur dipilih dewan. Rakyat harus memiliki suara,” tegasnya.
Selain itu, pasal 11 huruf d, yang menyatakan kepala daerah mempunyai kecakapan dan pengalaman dalam pemerintahan.
“Kami menolak hal itu. Karena tidak ada kriteria kecakapan dan pengalaman yang cukup dibidang pemerintahan,” katanya.
“Rakyat tetap menginginkan pemilihan langsung dan wajin dipertahankan karena demokrasi Indonesia jelas sudah menjadi rujukan negara-negara di dunia,” tambahnya kemudian.
Sumber : regional.kompas.com